Jelajah Kota Gede

Jelajah Jagalan Kota Gede

“Budaya yang kita miliki ini adalah budaya yang tak ternilai dan sangat berharga. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, apabila tidak kita jaga maka zaman akan membeli dengan harga yang tidak ternilai. Sebaliknya, jika tidak kita jaga, tidak kita rawat dan dilestarikan, kita akan merasa kecewa,” tuturnya, seperti dirilis Humas DIY.

Jelajah Kampung Pusaka dikemas dalam ‘Kotagede Jagalan Telisih’ yang diselenggarakan Karangtaruna Desa Jagalan bekerja sama dengan Aristek Komunikasi (Arkom) Yogyakarta, didukung Air Asia Foundation.

Ketua Panitia sekaligus Koordinator Arkom Yogyakarta, Kuswara, mengatakan, Jelajah Pusaka kampung Jagalan ‘Kotagede Jagalan Telisih’ baru pertama kali diselenggarakan oleh Karang Taruna. Acara tersebut menginisiasi keinginan agar Kampung Kotagede menjadi milik masyarakat, milik anak muda, dan milik masa depan semua kalangan.

Ia menjelaskan, Kotagede memiliki banyak pusaka dan kegiatan. Selama enam bulan pemetaan, ditemukan kuliner tradisi, bangunan rumah tradisional, pengrajin tradisional turun-temurun berpuluh-puluh tahun, petilasan berdirinya Keraton Mataram, dan lainnya.

“Maksud dan tujuan dari Kotagede Jagalan Telisih, yaitu menggugah kesadaran kita semua generasi muda, khususnya di Desa jagalan, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk mencintai budaya, mencintai pusaka dan sejarah. Budaya pusaka dan sejarah merupakan warisan budaya bangsa,” tuturnya.

Cermin Tingkah Laku

Apresiasi disampaikan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X ketika me-launching Jelajah Kampung Pusaka ‘Kotagede Jagalan Telesih’. Menurut Sultan, Jelajah Kampung Pusaka hendaknya dapat menggugah berbagai pihak agar peduli pada upaya pelestarian pusaka budaya.

“Jelajah Pusaka atau napak tilas terhadap petilasan sejarah Mataram yang awalnnya didirikan di Kotagede merupakan cermin bagaimana kita menjalankan laku di tengah lika-likunya lakon kehidupan di masa kini,” terang Gubernur DIY.

Sultan mengingatkan agar Jelajah Pusaka berhasil baik. Rute yang dilewati nanti hendaknya bisa mengkonstruksi ‘ingat historis’ untuk membangkikan ‘ingatan emosional’ agar menumbuhkan kesadaran untuk ‘menelisih’ lebih jauh dalam memaknai peristiwa sejarah.

“Bukankah kata ‘telisih’ yang dikembangkan menjadi ‘tinalisih’ , yang artinya ‘pengkajian’ juga dipergunakan oleh Sunan Kalijogo dalam syair Islam?” kata Sultan.

Sunan Gunungjati, sambung Sultan, pernah memberi wejangan kepada Sunan Kalijogo bahwa untuk menjadi guru sejati harus memahami secara matang dan mendalami isi kitab, yang ditempuh dengan jalan puruhita(berguru), tinalesih (pengkajian), dan musyawaroh (dialog).

“Dalam kegiatan Jagalan Kampung Telisih, saya berharap agar trilogi puruhita-tinalesih- musyawaroh itu diadaptasi dalam menumbuhkan kesadaran peduli dan cinta pusaka budaya, dengan meletakkannya sebagai titik pijak dalam mengupas setiap upaya pelestarian pusaka budaya,” pungkasnya.

Sementara itu, Komisaris Air Asia Foundation, Darmadi, menyatakan, sebagai seorang putra Yogyakarta, ia berkewajiban untuk menjaga, melestarikan, dan bangga atas budaya yang ada.

“Mulai Juni 2015, Air Asia akan memasarkan produk kerajinan perak di dalam pesawat kepada para penumpang dari berbagai negara. Air Asia juga akan merestorasi satu bangunan di Desa Jagalan untuk dibuka menjadi community conservation centre yang di dalamnya ada perpustakaan, pusat pelatihan, pusat pertemuan masyarakat lokal untuk berkumpul,” tambahnya.

( Dikutip dari Jogjadaily )

Artikel Lain